Rabu, 15 Oktober 2014

Pudarnya Kebudayaan Jawa di Kecamatan Kretek



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya Indonesia tersebar di seluruh pulau di Indonesia, mulai dari sabang sampai merauke.   Sebagai contoh di provinsi aceh terdapat tarian yang unik yaitu tari saman, tari tersebut dimainkan oleh beberapa orang dan tari tersebut bermakna sopan santun. Selain aceh, provinsi yang memiliki budaya yang unik adalah Jogjakarta, Jogjakarta memiliki budaya yang sering kita sebut dengan kenduri. Kenduri adalah perpaduan antara agama hindu dengan islam yang bertujuan untuk memperingati kematian seseorang.
Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
            Namun dari keberagaman budaya di Indonesia tersebut terselip kisah yang memprihatinkan. Sekarang ini budaya tersebut mulai tergerus oleh perkembangan zaman yang bertolak belakang dengan kebudayaan itu sendiri. Sebagai contoh di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, masyarakat di daerah ini kurang memahami kebudayaan jawa. Mereka hanya sekedar tahu tetapi belum mengenal lebih jauh mengenai kebudayaan jawa. Sebagai contoh, wayang. Mereka hanya sekedar tahu nama – nama wayang, tetapi mereka tidak tahu jalan cerita dari wayang tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan menguraikan tentang tergerusnya eksistensi kebudayaan jawa akibat globalisasi.
A.    Rumusan Masalah

1.      Apa saja kebudayaan Jawa itu?
2.      Mengapa kebudayaan Jawa di Kecamatan Kretek mulai pudar?
3.      Siapa yang berperan dan bagaimana  cara mengembalikan eksistensi kebudayaan Jawa di Kecamatan Kretek?









BAB II
PEMBAHASAN

1.    Apa saja kebudayaan Jawa?
Kebudayaan Jawa merupakan budaya dari Jawa khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebudayaan yang ada di Jawa tidak hanya menampilkan nilai-nilai estetika, namun budaya ini mengedepankan nilai-nilai toleransi, keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya itu Budaya Jawa mengangkat tinggi nilai kesederhanaan dan kesopanan.
a.    Unggah-ungguh Bahasa Jawa
Dalam masyarakat Jawa, cara berbicarapun diatur. Tingkat tutur dengan Bahasa Jawa menunjukkan tingkat kesopanan, keformalan, dan keakraban yang berbeda. Karena itu, seseorang yang memilih salah satu tingkat tutur dalam berkomunikasi dengan orang lain harus memperhatikan tingkat kesopanan, keformalan, dan keakraban.
b.   Garebeg Mulud
Kebudayaan Jawa yang selanjutnya adalah Garebeg Mulud atau biasa disebut Sekaten. Perayaan sekaten diselenggarakan setiap bulan Rabbiul Awal selama seminggu sebelum hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selama seminggu itu pula gamelan Kiai Sekati ( nama gamelan pusaka ) diletakkan dipagongan utara dan pagongan selatan di kompleks Masjid Agung gamelan itu ditabuh atau dibunyikan secara terus menerus, kecuali pada waktu – waktu sholat dan pada malam jumat sampai lewat waktu sholat jumat. Gendhing – gendhing atau lagu – lagu instrumentalia yang diperdengarkan silih berganti konon diciptakan oleh para wali yaitu sunan kalijaga, sunan boning, sunan giri, dan sunan kudus. Karena gendhing – gendhing iitu diciptakan untuk menyiarkan agama islam, maka tidak mengherankan jika nama – namanya berasal dari bahasa arab dan dilafalkan dengan lafal jawa, antara lain: Salatun, Subina, Ngajatun, Sumiyah, dan Jaumi.
Puncak acara grebeg mulud adalah pembacaan riwayat nabi Muhammad Saw dan shalawat nabi di Masjid Agung oleh kiai Kanjeng Pengulu dan disaksikan oleh Sultan atau  Sunan. Dalam acara tersebut Sultan atau Sunan member sedekah sejumlah uang logam kepada Masjid Agung, para abdi dalem golongan utama dan para abdi dalem golongan wiyaga. Yang paling ditunggu oleh masyarakat adalah arak – arakan sesajian yang berupa gunungan (tumpeng raksasa).
Selama berlangsungnya sekaten, biasanya diselenggarakan pasar malam. Di Pasar malam itu, selain dijual berbagai barang kebutuhan sehari – hari juga dijual berbagai alat permainan tradisional. Disitu juga dijual berbagai peralatan pertanian dan peralatan rumah tangga. Menurut kepercayaan kaum petani, alat – alat pertanian yang dibeli di pasar malam sekaten mengandung berkah dari Sultan atau sunan yang bias membuat usaha pertanian mereka tahun ini berhasil.


c.    Wayang
Bagi masyarakat jawa wayang merupakan hasil karya seni dan kebudayaan paling tinggi nilainya. Masyarakat jawa beranggapan bahwa kisah wayang berisi pedoman dan ajaran kehidupan yang patut dijadikan pedoman hidup. Upacara – upacara adat jawa biasanya tidak terlepas dari cerita maupun tokoh – tokoh wayang. Cerita maupun tokoh – tokoh wayan tersebut sering kali merupakan sarana utama dalam upacara adat. Sebagai contoh adalah pertunjukkan wayang kulit yang harus ada dalam upacara adat yang disebut ruwatan.
Kedekatan wayang dengan masyarakat jawa ini juga tercermin pada kebiasaan orang jawa dalam menilai perilaku, tabiat, maupun cirri fisik seseorang.
Selain mempersamakan seseorang dengan salah satu tokoh wayang, penghayat cerita wayang sering mengidealkan dirinya dengan tokoh wayag tertentu yang ingin memiliki keistimewaan seperti yang dimiliki oleh tokoh wayang yang diidealkan itu.
d.   Busana dan Status Sosial
Di masa pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa, busana Jawa digunakan sebagai pakaian sehari-hari, khususnya bagi para kerabat dan pegawai keratin. Di jaman modern sekarang ini, busana Jawa digunakan sebagai pakaian formal yang hanya dipakai dalam acara-acara adat. Misalnya acara pengantin. Pada mulanya busana Jawa terdiri atas bermacam-macam jenis dan model. Masing-masing jenis dan model busana menunjukan pangkat atau status sosial yang berbeda. Busana seorang raja berbeda dengan putra mahkota, berbeda dengan pejabat kerabot, berbeda degan busana prajurit. Karena itu, tidak semua orang bias seenaknya mengenakan jenis-jenis busana tertentu.
Masyarakat Jawa dewasa ini tidak lagi memperhatikan makna sosial yang terkandung dalam berbagai jenis dan model busana Jawa karena fungsi pemakaiannya sudah berubah. Busana Jawa dipakai selain untuk menunjukan kecintaan terhadap budaya Jawa, juga untuk memenuhi keinginan memakai busana Jawa yang beragam model dan jenisnya. Gejala semacam ini banyak ditemukan di acara pesta pengantin. Masyarakat tidak lagi mempertibangkan bahwa jenis busana pengantin yang dipakai adalah busana yang dulu hanya boleh dipakai oleh putra-putri sunan atau sultan (raja), yakni busana yang disebut dodot ageng atau sering juga disebut basahan.
Seiring dengan perkembangan jaman yang menempatkan setiap anggota masyarakat dalam kedudukan dan status sosial yang sama, setiap orang dianggap berhak memakai busana Jawa, apapun jenis dan status sosial busana tersebut yang terpikir oleh masyarakat saat ini adalah melestarikan busana Jawa agar tidak punah. Dengan demikian, symbol status yang terkandung dalam fungsi busana tersebut tidak lagi merupakan persyaratan mutlak.


e.    Gamelan
Gamelan adalah alat music tradisional jawa yang biasanya terbuat dari perunggu, yakni campuran timah dan tembaga dengan perbandingan 3:10. Karena angka perbandingan ini, 3 ‘tiga’ dan 10 ‘sedasa’, gamelan disebut juga ga(ng)sa. Instrumen gamelan terdiri atas dua susunan nada, yaitu nada (laras) pelog dan nada (laras) slendro. Laras pelog memiliki tujuh nada dasar, yakni nada siji =1, loro=2, telu=3, papat=4, lima=5, enem=6, dan pitu=7. Sedangkan laras slendro memiliki lima nada dasar yakni siji, loro, telu, lima,dan enem.
Instrument gamelan disajikan dalam suatu bentuk kesenian Jawa yang disebut karawitan. Seni karawitan adalah bentuk seni musik tradisional jawa yang meampilkan nada dan irama tertentu secara harmonis dengan menggunakan gamelan sebagai instrumennya. Kesenian ini dapat ditampilkan dengan menggunakan instrument gamelan saja, tetapi juga dapat ditampilkan dengan nyanyian (vocal). Nyanyian vocal dibawakan oleh penyanyi wanita (pesindhen), penyanyi pria (wiraswara), dan penabuh gamelan (niyaga).
f.     Pranata Mangsa
Dalam budaya Jawa terdapat sistem perhitungan waktu yang dikaitkan dengan musim. Perhitungan waktu ini disebut dengan istilah Pranata Mangsa . Secara garis besar,  masyarakat Jawa membagi musim menjadi dua, yakni mangsa rendheng (musim hujan) dan mangsa ketiga (kemarau). Kedua musim tersebut terbagi lagi dalam dua musim, yakni mangsa mareng (musim gugur) dan mangsa labuh (musim semi).
Disamping keempat musim tersebut- yang ditandai dengan perubahan keadaan alam yang terjadi secara nyata – masih ada pembagian musim lagi. Secara lengkap, periode waktu selama satu tahun terbagi menjadi 12 mangsa dengan rentang waktu masing-masing mangsa tidak sama. Selain perubahan keadaan alam, datangnya setiap mangsa biasanya juga ditandai dengan perubahann perilaku binatang karena mengalami masa birahi.
g.    Sungkeman
Orang jawa tengah pada umumnya menyebut Hari Raya Idul Fitri dengan kata bada. Kata bada  dalam bahasa Jawa berarti selesai. Selesai maksudnya adalah selesai menunaikan ibadah puasa. Orang jawa timur menyebut hari raya idul fitri dengan kata riyadi. Sedangkan orag jawa barat menyebutnya lebaran. Pada hari raya ini, di Jawa umumnya anak atau cucu akan sungkem meminta maaf atas kesalahan-kesalahan mereka, kepada orang tua maupun kakek nenek mereka. Orang tua maupun kakek nenek pun selalu menerima permintaan maaf mereka. Di masyarakat jawa ada kebiasaan saling bertandan yang dikenal dengan istilah halal bi halal. Pada hari ini biasanya orang-orang mengenakan pakaian baru dan menyediakan makanan yang enak dirumah mereka masing masing.



2.    Mengapa kebudayaan Jawa di Kecamatan Kretek mulai pudar?
Kebudayaan memang sangat rentan untuk dipengaruhi oleh budaya lain. Faktor yang paling berpengaruh diantaranya globalisasi. Globalisasi artinya paham yang menyeluruh, mendunia, menjadi satu. Globalisasi dapat mengubah perilaku manusia. Kehidupan manusia sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat bangsa, menyatu dengan masyarakat dunia. Perkembangan arus globalisasi dalam kehidupan memberikan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan manusia, tidak terkecuali dalam hal kebudayaan. Kita harus waspada terhadap pengaruh buruk yang ditimbulkan arus globalisasi itu. Pengaruh itu meliputi perilaku terhadap sikap dan pandangan hidup, sosial, dan budaya. Lebih khusus lagi globalisasi berpengaruh dalam sikap hidup, perilaku pergaulan, nilai-nilai budaya, cara jenis dan cara berpakaian, serta sikap dan penilaian terhadap tradisi. Dalam hal tradisi, masyarakat telah berubah. Ini juga karena pemikiran manusia yang ingin serba praktis. Misalnya dalam upacara pernikahan tradisi upacara awal sampi akhir dalam perikahan sudah berubah. Tradisi duduk mengikuti proses pernikahan diganti dengan pesta berdiri. Para tamu cukup member ucapan selamat kepada mempelai dan keluarga dan langsung meninggalkan tempat pernikahan, jadi tidak harus bersama-sama dengan tamu yang lain.



Adapun pengaruh negatif yang lain yaitu:
1.    Globalisasi yang semakin pesat, dimana budaya barat dianggap sebagai budaya yang lebih maju dan terus ditiru terutama oleh Negara yang sedang berkembang
2.    Melunturnya jati diri bangsa dan budaya Jawa khususnya karena anak muda berkiblat terhadap kebudayaan asing dan kurang menghargai kebudayaan Jawa, sehingga ada kecenderungan kebudayaan  Jawa semakin lama semakin tergerus arus globalisasi.
3.    Budaya hedonisme dan konsumerisme yang terus berkembang tanpa bisa dicegah.
Faktor lain yang mempengaruhi lunturnya kebudayaan Jawa adalah kurangnya minat dan kesadaran untuk mempelajari Kebudayaan Jawa. Sebagai contoh masyarakat lebih tertarik untuk menonton film dibanding menonton wayang. Contoh lain anak-anak kecil sekarang lebih tertarik bermain game online atau game-game yang tersedia di handphone daripada permainan asli Jawa. 






3.    Siapa yang berperan  dan bagaimana cara mengembalikan eksistensi kebudayaan Jawa?
a.    Upaya Pemerintah Kecamatan Kretek
Bagaimanapun pemerintah setempat memiliki peran yang cukup strategis dalam upaya mengembalikan eksistensi kebudayaan daerah. Pemerintah harus menegakkan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya mengembalikan eksistensi kebudayaan nasional.
Salah satu kebijakan pemerintah yang pantas didukung adalah penampilan kebudayaan-kebudayaan daerah termasuk kebudayaan Jawa disetiap even-even akbar nasional. Misalnya saja tarian-tarian Jawa, lagu daerah Jawa, makanan khas daerah Jawa, dan lain sebagainya. Karena dengan semakin majunya perkembangan teknologi dan modernisasi menyebabkan kebudayaan asli daerah Jawa semakin terpinggirkan, banyak yang mengundang atau menampilkan artis, tarian atau dance modern yang itu jelas-jelas bukan kebudayaan asli bangsa kita yakni bangsa Indonesia, khususnya kebudayaan Jawa.
Dengan menampilkan tarian-tarian Jawa, lagu-lagu daerah Jawa, makanan khas Jawa, dan lain sebagainya semua itu harus dilakukan sebagai upaya pengenalan kepada generasi muda, bahwa budaya Jawa yang ditampilkan itu adalah warisan leluhur kita yang harus dijaga, dilestarikan dan diperkenalkan kepada dunia.
Di samping pemerintah setempat, pemerintah pusat juga harus berperan melalui jalur formal yakni pendidikan. Masyarakat harus memahami dan mengetahui berbagai kebudayaan daerah Jawa yang kita miliki. Pemerintah juga dapat lebih memusatkan perhatiannya pada pendidikan muatan lokal kebudayaan daerah Jawa.
b.         Upaya Masyarakat
Beragam wujud warisan kebudayaan Jawa memberi kita kesempatan untuk mempelajarinya. Masalah kebudayaan lokal terutama kebudayaan Jawa sering kali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya banyak warisan budaya yang lupuk dimakan usia, terlantar, terabaikan, dan bahkan dikalin oleh negara tetangga. Padahal banyak negara yang kurang kuat sejarahnya justru mencari-cari jati dirinya dari tinggalan sejarah dan warisan budaya yang sedikit jumlahnya. Kita sendiri bangsa Indonesia yang kaya dengan warisan budaya justru mengabaikan aset yang tak ternilai harganya. Sungguh kondisi yang kontradiktif.
Berbagai kegiatan diberbagai instansi dan kalangan masyarakat dalam upaya pelestarian kebudayaan seperti Seminar Budaya, Pentas Budaya, Pekan Budaya telah banyak dijumpai dalam berbagai moment seperti peringatan Hari Jadi sebuah kota atau suatu instansi. Semangat ini perlu terus dijaga dan dikembangkan bukan saja sebagai upaya membendung pengaruh negatif dari budaya asing yang tidak lagi dapat dihindari di zaman globalisasi modern ini, tetapi sebagai upaya kaderisasi di kalangan pemuda untuk lebih mengenal dan mencintai budaya sendiri. Selain itu masyarakatdianjurkan mempelajari tarian daerah dengan baik agar dalam setiap tahunnya tarian ini dapat ditampilkan dan diperkenalkan kepada khalayak. Dengan demikian selain dapat melestarikan budaya kita juga dapat memperkenalkan kebudayaan kita pada orang banyak.
Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama dan terus turun-temurun ke anak cucu kita. Jadi bukan pelestarian yang hanya sesaat, berbasis proyek, donor, dan tanpa akar yang kuar didalam masyarakat itu sendiri. Pelestarian tidak akan dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan menjadi bagian nyata dari kehidupan kita.
c.         Kesadaran bahwa kebudayaan sebagai warisan dunia
Untuk lebih memperkenalkan kebudayaan kita keranah dunia tentu harus ada pengakuan dari suatu pihak resmi yang mengurusi tentang masalah kebudayaan seperti UNESCO. Tanggal 2 Oktober  telah ditetapkan sebagai hari batik nasional bagi bangsa Indonesia. Penetapan hari spesial itu tentu saja dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk melestarikan aset budaya kita yang kerap diklaim oleh negara tetangga dan itu merupakan kebudayaan warisan dunia yang artitistik dan mengagumkan.
Kebudayaan sendiri disetiap negara pasti berbeda-beda, mempunyai historis sendiri-sendiri, dan arti sekaligus tujuan kebudayaan itu diciptakan. Kebudayaan sudah ada sejak manusia itu hidup dan terus berkembang sehingga menghasilkan kebudayaan itu sendiri. Dengan jalan melestarikan, merawat, memelihara kebudayaan itu sendiri, kedepannya dapat dipastikan bahwa kebudayaan yang dibuat atau dimunculkan oleh nenek moyang kita akan terus terjaga keberadaannya. Tetapi tidak dipingkiri lagi, kita sebagai manusia yang mampunyai pikiran, pasti akan berkembang dan mengalami kamajuan, baik itu dalam bidang komunikasi, transportasi, keahlian, dan lain sebagainya yang membuat warisan kebudayaan sendiri tergerus kerasnya jaman. Lalu munculah lembaga-lembaga resmi dunia yang  bertugas untuk mengangkat kembali warisan budaya yang termarjinalkan dari dasar untuk diangkat kembali dan menjadi sebuah kebanggaan sendiri dalam sebuah bangsa serta agar manusia sendiri tidak melupakan sejarah atau historisnya sampai akhirnya dapat hidup sampai sekarang ini.
Kebudayaan sebagai warisan dunia tak akan ternilai harganya jika dibandingkan dengan sebuah harta. Karena kebudayaan itu diciptakan tidak lebih dan tidak kurang berpuluh-puluh ribu tahun atau bahkan berjuta-juta tahun yang lalu. Dan itu merupakan warisan dunia yang tersebar luas tidak hanya pada negara Indonesia saja, tetapi hampir semua negara memiliki kebudayaannya masing-masing dengan ciri, serta khasnya yang berbeda-beda.




                                                           BAB III                                    
KESIMPULAN
hati warga masyarakat, khususnya di Kecamatan Kretek. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan jawa terdiri dari Unggah-ungguh Bahasa Jawa, Garebeg Mulud, Wayang, Busana dan Status Sosial, Gamelan, Pranata Mangsa, dan Sungkeman. Dengan banyaknya kebudayaan tersebut kita sebagai generasi muda sekaligus tonggak kehidupan sudah seharusnya mempertahankan eksistensi budaya Jawa khususnya di Kecamatan Kretek dari globalisasi. Kita harus bangga akan bangsa Indonesia ini, lebih khusus mengenai warisan kebudayaan jawa sebagai budaya local. Tidak ada yang salah apabila kita mencintai dan membanggakan kebudayaan lokal karena kita adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita sejak dahulu. Kita tunjukkan kepada dunia bahwa kebudayaan itu tidak ulet dan kolot, kebudayaan itu tidak ketinggalan jaman asal kita sebagai kaum muda mau mengangkat pamor budaya Jawa, dan terlibat langsung dalam mengembangkan kebudayaan dalam berbagai variasi agar tidak  terlupakan dan tetap ada untuk menjadikan kebudayaan itu sendiri tetap hidup dalam bangsa dan
SARAN
Sebaiknya kebudayaan jawa perlu diperkenalkan kepada anak mataupun generasi muda agar generasi muda bisa mengambil nilai-nilai yang ada pada kebudayaan tersebut. Untuk itu,  pemerintah  perlu menjalin kerjasama dan sinergi yang baik dengan warga masyarakat demi tercapainya tujuan bersama agak budaya tetap lestari.
DAFTAR PUSTAKA

Rusyanti, dkk.2004. Pengetahuanku Pengetahuan Sosial 6. Jakarta: Bumi Aksara

Koentjaraningrat.1994. Kebudayaan. Mentalitas dan Pembaangunan. Jakarta: PT                                                        
          Gramedia Pustaka Utama

Kridalaksana, Harimurti, dkk.2001. Wiwara Pengantar Bahasa dan Kebudayaan                                   
          Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Saidihardjo.2004. Cakrawala Pengetahuan Sosial. Jakarta: PT Wangsa Jatra
          Lestari

Yudha.”Globalisasi dan Modernisasi dalam Kebudayaan Jawa”. 03 Oktober
          2014. ://redblood.blog.fisip.uns.ac.id/2011/12/25/globalisasi-dan-
          modernisasi-dalam-kebudayaan-jawa-kerangka-buku/